[SEJARAH]
MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
¢ Ketika
Islam datang di Indonesia, berbagai agama dan kepercayaan seperti animisme,
dinamisme, Hindu dan Budha, sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia bahkan
dibeberapa wilayah kepulauan Indonesia telah berdiri kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu dan Budha. Misalnya kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, kerajaan
Taruma Negara di Jawa Barat, kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan sebagainya.
Namun Islam datang ke wilayah-wilayah tersebut dapat diterima dengan baik,
karena Islam datang dengan membawa prinsip-prinsip perdamaian, persamaan antara manusia (tidak ada
kasta), menghilangkan perbudakan dan yang paling penting juga adalah masuk
kedalam Islam sangat mudah hanya dengan membaca dua kalimah syahadat dan tidak
ada paksaan.
¢ Tentang
kapan Islam datang masuk ke Indonesia, menurut kesimpulan seminar “ masuknya
Islam di Indonesia” pada tanggal 17 s.d 20 Maret 1963 di Medan, Islam masuk ke
Indonesia pada abad pertama hijriyah atau pada abad ke tujuh masehi.
Bukti-Bukti
Masuknya Islam ke Indonesia
Berdasarkan
bukti-bukti yang ditemukan di Indonesia, para ahli menafsirkan bahwa agama dan
kebudayaan Islam diperkirakan masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 M, yaitu
pada masa kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Pendapat lain membuktikan bahwa agama dan kebudayaan Islam masuk ke
wilayah Indonesia dibawa oleh para pedagang Islam dari Gujarat (India). Hal ini
dilihat dari penemuan unsur-unsur Islam di Indonesia yang memiliki persamaan
dengan India seperti batu nisan yang dibuat oleh orang-orang Kambay, Gujarat.
Sumber-sumber Berita Masuknya Agama dan Kebudayaan
Islam di Indonesia
Sumber-sumber berita
itu di antaranya sebagai berikut.
¢ Berita Arab.
Berita ini diketahui melalui para
pedagang Arab yang telah melakukan aktifitasnya dalam bidang perdagangan dengan
bangsa Indonesia. Kegiatan para pedagang Arab di Kerajaan Sriwijaya dibuktikan
dengan adanya sebutan para pedagang Arab untuk Kerajaan Sriwijaya, yaitu Zabaq,
Zabay, atau Sribusa.
¢ Berita Eropa
Berita ini datangnya dari Marcopolo.
Ia adalah orang Eropa yang pertama kali menginjakkan kakinya di wilayah
Indonesia, ketika ia kembali dari Cina menuju Eropa melalui jalan laut. Ia
mendapat tugas dari kaisar Cina untuk mengantarkan putrinya yang dipersembahkan
kepada kisar Romawi. Dalam perjalanannya ia singgah di Sumatera bagian Utara.
Di daerah ini ia telah menemukan adanya kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Samudera
dengan ibukotanya Pasai.
¢ Berita India
Dalam
berita ini disebutkan bahwa para pedagang India dari Gujarat mempunyai peranan
yang sangat penting di dalam penyebaran agama dan kebudayaan Islam di
Indonesia. Karena di samping berdagang mereka aktif mengajarkan agama dan
kebudayaan Islam kepada masyarakat yang dijumpainya, terutama kepada masyarakat
yang terletak di daerah pesisir pantai.
¢ Berita Cina
Berita
ini berhasil diketahui melalui catatan dari Ma-Huan, seorang penulis yang
mengikuti perjalanan Laksamana Cheng-Ho. Ia menyatakan melalui tulisannya bahwa
sejak kira-kira tahun 1400 telah ada saudagar-saudagar Islam yang bertempat tinggal
di pantai utara Pulau Jawa.
Sumber dalam negeri, sumber-sumber
ini diperkuat dengan penemuan-penemuan seperti:
¢ Penemuan sebuah batu di Leran (dekat
Gresik). Batu bersirat itu menggunakan huruf dan bahasa Arab, yang sebagian
tulisannya telah rusak. Batu itu memuat keterangan tentang meninggalnya seorang
perempuan yang bernama Fatimah binti Ma’mun (1028).
¢ Makam Sultan Malikul Saleh di
Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan tahun 676 M atau tahun 1297
M.
¢ Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di
Gresik yang wafat tahun 1419. Jirat makam didatangkan dari Gujarat dan berisi
tulisan-tulisan Arab.
Cara Masuknya Islam di Indonesia
¢ Islam masuk ke Indonesia, bukan
dengan peperangan ataupun penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di
Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama.
Karena memang para ulama berpegang teguh pada prinsip Q.S. al-Baqarah ayat 256,
yang artinya tidak ada paksaan
dalam agama.
Adapun cara masuknya Islam di
Indonesia melalui beberapa cara antara lain ;
¢ Perdagangan
Jalur
ini dimungkinkan karena orang-orang melayu telah lama menjalin kontak dagang
dengan orang Arab. Apalagi setelah berdirinya kerajaan Islam seperti kerajaan
Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka makin ramailah para ulama
dan pedagang Arab datang ke Nusantara (Indonesia). Disamping mencari keuntungan
duniawi juga mereka mencari keuntungan rohani yaitu dengan menyiarkan Islam.
Artinya mereka berdagang sambil menyiarkan agama Islam.
¢ Kultural
Artinya
penyebaran Islam di Indonesia juga menggunakan media-media kebudayaan,
sebagaimana yang dilakukan oleh para wali sanga di pulau jawa. Misalnya Sunan
Kali Jaga dengan pengembangan kesenian wayang. Ia mengembangkan wayang kulit,
mengisi wayang yang bertema Hindu dengan ajaran Islam. Sunan Muria dengan
pengembangan gamelannya. Kedua kesenian tersebut masih digunakan dan digemari
masyarakat Indonesia khususnya jawa sampai sekarang. Sedang Sunan Giri
menciptakan banyak sekali mainan anak-anak, seperti jalungan, jamuran, ilir-ilir
dan cublak suweng dan lain-lain.
¢ Pendidikan
Pesantren
merupakan salah satu lembaga pendidikan yang paling strategis dalam
pengembangan Islam di Indonesia. Para da’i dan muballig yang menyebarkan Islam
diseluruh pelosok Nusantara adalah keluaran pesantren tersebut. Datuk Ribandang
yang mengislamkan kerajaan Gowa-Tallo dan Kalimantan Timur adalah keluaran
pesantren Sunan Giri. Santri-santri Sunan Giri menyebar ke pulau-pulau seperti
Bawean, Kangean, Madura, Haruku, Ternate, hingga ke Nusa Tenggara. Dan sampai
sekarang pesantren terbukti sangat strategis dalam memerankan kendali
penyebaran Islam di seluruh Indonesia.
¢ Kekuasaan politik
Artinya
penyebaran Islam di Nusantara, tidak terlepas dari dukungan yang kuat dari para
Sultan. Di pulau Jawa, misalnya keSultanan Demak, merupakan pusat dakwah dan
menjadi pelindung perkembangan Islam. Begitu juga raja-raja lainnya di seluruh
Nusantara. Raja Gowa-Tallo di Sulawesi selatan melakukan hal yang sama
sebagaimana yang dilakukan oleh Demak di Jawa. Dan para Sultan di seluruh
Nusantara melakukan komunikasi, bahu membahu dan tolong menolong dalam
melindungi dakwah Islam di Nusantara. Keadaan ini menjadi cikal bakal tumbuhnya
negara nasional Indonesia dimasa mendatang.
PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
Di Sumatra
¢ Kesimpulan
hasil seminar di Medan, dijelaskan bahwa wilayah Nusantara yang mula-mula
dimasuki Islam adalah pantai barat pulau Sumatra dan daerah Pasai yang terletak
di Aceh utara yang kemudian di masing-masing kedua daerah tersebut berdiri
kerajaan Islam yang pertama yaitu kerajaan Islam Perlak dan Samudra Pasai.
¢ Menurut keterangan Prof. Ali Hasmy
dalam makalah pada seminar “Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh” yang
digelar tahun 1978 disebutkan bahwa kerajaan Islam yang pertama adalah kerajaan
Perlak. Namun ahli sejarah lain telah sepakat, Samudra Pasailah kerajaan Islam
yang pertama di Nusantara dengan rajanya yang pertama adalah Sultan Malik
Al-Saleh (memerintah dari tahun 1261 s.d 1297 M). Sultan Malik Al-Saleh sendiri
semula bernama Marah Silu. Setelah mengawini putri raja Perlak kemudian masuk
Islam berkat pertemuannya dengan utusan Syarif Mekkah yang kemudian memberi
gelar Sultan Malik Al-Saleh.
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
Kerajaan Pasai sempat diserang oleh Majapahit di bawah panglima Gajah Mada, tetapi bisa dihalau. Ini menunjukkan bahwa kekuatan Pasai cukup tangguh dikala itu. Baru pada tahun 1521 di taklukkan oleh Portugis dan mendudukinya selama tiga tahun. Pada tahun 1524 M Pasai dianeksasi oleh raja Aceh, Ali Mughayat Syah. Selanjutnya kerajaan Samudra Pasai berada di bawah pengaruh keSultanan Aceh yang berpusat di Bandar Aceh Darussalam (sekarang dikenal dengan kabupaten Aceh Besar).
¢ Munculnya kerajaan baru di Aceh yang
berpusat di Bandar Aceh Darussalam, hampir bersamaan dengan jatuhnya kerajaan
Malaka karena pendudukan Portugis. Dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah
atau Sultan Ibrahim kerajaan Aceh terus mengalami kemajuan besar.
Saudagar-saudagar muslim yang semula berdagang dengan Malaka memindahkan
kegiatannya ke Aceh. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa
pemerintahan Iskandar Muda Mahkota Alam ( 1607 - 1636).
Di Jawa
Penemuan
nisan makam Siti Fatimah binti Maimun di daerah Leran/Gresik yang wafat tahun
1101 M dapatlah dijadikan tonggak awal kedatangan Islam di Jawa.
Hingga
pertengahan abad ke-13, bukti-bukti kepurbakalaan maupun berita-berita asing
tentang masuknya Islam di Jawa sangatlah sedikit. Baru sejak akhir abad ke-13 M
hingga abad-abad berikutnya, terutama sejak majapahit mencapai puncak
kejayaannya, bukti-bukti proses pengembangan Islam ditemukan lebih banyak lagi.
Misalnya penemuan kuburan Islam di Troloyo, Trowulan, dan Gresik, juga berita
Ma Huan (1416 M) yang menceritakan tentang adanya orang-orang Islam yang
bertempat tinggal di Gresik. Hal ini membuktikan bahwa pada masa itu telah
terjadi proses penyebaran agama Islam, mulai dari daerah pesisir dan kota-kota
pelabuhan sampai ke pedalaman dan pusat kerajaan majapahit. Adanya proses
penyebaran Islam di kerajaan majapahit terbukti dengan ditemukannya nisan makam
Muslim di Trowulan yang letaknya berdekatan dengan kompleks makam para
bangsawan majapahit.
Pertumbuhan
masyarakat Muslim di sekitar Majapahit sangat erat kaitannya dengan
perkembangan hubungan pelayaran dan perdagangan yang dilakukan orang-orang
Islam yang telah memiliki kekuatan politik dan ekonomi di kerajaan samudra
pasai dan malaka.
Adapun
gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga,
yaitu :
¢ Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik
Beliau
dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran
Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai
perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di
Gapura Wetan Gresik.
¢ Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan
di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai
mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang
artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa
Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
¢ Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau
Raden Paku)
Ia
putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu
Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja
peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel
wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
¢ Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra
Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden
Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
¢ Sunan Kalijaga (Raden Syahid)
Ia
tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat
wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat
menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang
bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang
fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.
Adapun
gerakan dakwah Islam di Pulau Jawa selanjutnya dilakukan oleh para Wali Sanga,
yaitu :
¢ Maulana Malik Ibrahim atau Sunan
Gresik
Beliau
dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran
Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai
perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M.(882 H) dimakamkan di
Gapura Wetan Gresik.
¢ Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)
Dilahirkan
di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai
mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang
artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa
Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481 M.
¢ Sunan Giri (Raden Aenul Yaqin atau
Raden Paku)
Ia
putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu
Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan
sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia
menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.
¢ Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
Putra
Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden
Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.
¢ Sunan Kalijaga (Raden Syahid)
Ia
tercatat paling banyak menghasilkan karya seni berfalsafah Islam. Ia membuat
wayang kulit dan cerita wayang Hindu yang diislamkan. Sunan Giri sempat
menentangnya, karena wayang Beber kala itu menggambarkan gambar manusia utuh
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Kalijaga mengkreasi wayang kulit yang
bentuknya jauh dari manusia utuh. Ini adalah sebuah usaha ijtihad di bidang
fiqih yang dilakukannya dalam rangka dakwah Islam.
¢ Sunan Drajat
Nama
aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau
terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan
dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
¢ Syarif Hidayatullah
Nama
lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah,
yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang
wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak
selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif
Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang
hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak
dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
¢ Sunan Kudus
Nama
aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun
1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan
sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan
salah satu warisan budaya Nusantara.
¢ Sunan Muria
Nama
aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau
menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian
daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
¢ Sunan Drajat
Nama
aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau
terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan
dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.
¢ Syarif Hidayatullah
Nama
lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah,
yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang
wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak
selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif
Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang
hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak
dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali.
¢ Sunan Kudus
Nama
aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun
1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya.
Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu
warisan budaya Nusantara.
¢ Sunan Muria
Nama
aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau
menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian
daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.
Di Sulawesi
Ribuan
pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke
pulau. Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan
kerajaan. Hubungan ini pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes
atau Sulawesi. Menurut catatan company dagang Portugis pada tahun 1540 saat
datang ke Sulawesi, di tanah ini sudah ditemui pemukiman muslim di beberapa
daerah. Meski belum terlalu banyak, namun upaya dakwah terus berlanjut
dilakukan oleh para da’i di Sumatra, Malaka dan Jawa hingga menyentuh raja-raja
di kerajaan Gowa dan Tallo atau yang dikenal dengan negeri Makasar, yang
terletak di semenanjung barat daya pulau Sulawesi.
Kerajaan
Gowa ini mengadakan hubungan baik dengan kerajaan Ternate dibawah pimpinan
Sultan Babullah yang telah menerima Islam lebih dahulu. Melalui seorang da’i
bernama Datuk Ri Bandang agama Islam masuk ke kerajaan ini dan pada tanggal 22 September
1605. Karaeng Tonigallo, raja Gowa yang pertama memeluk Islam yang kemudian
bergelar Sultan Alaudin Al Awwal (1591-1636 ) dan diikuti oleh perdana menteri
atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa.
Setelah resmi menjadi kerajaan
bercorak Islam Gowa Tallo menyampaikan pesan Islam kepada kerajaan-kerajaan
lain seperti Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone. Raja Luwu segera menerima pesan
Islam diikuti oleh raja Wajo tanggal 10 Mei 1610 dan raja Bone yang bergelar
Sultan Adam menerima Islam tanggal 23 November 1611 M. Dengan demikian Gowa
(Makasar) menjadi kerajaan yang berpengaruh dan disegani. Pelabuhannya sangat
ramai disinggahi para pedagang dari berbagai daerah dan manca negara. Hal ini
mendatangkan keuntungan yang luar biasa bagi kerajaan Gowa (Makasar). Puncak
kejayaan kerajaan Makasar terjadi pada masa Sultan Hasanuddin (1653-1669).
Di Kalimantan
¢
Islam
masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo melalui tiga jalur.
Jalur pertama melalui Malaka yang dikenal sebagai kerajaan Islam setelah Perlak
dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis kian membuat dakwah semakin
menyebar sebab para muballig dan komunitas muslim kebanyakan mendiamai pesisir
barat Kalimantan.
¢
Jalur
kedua, Islam datang disebarkan oleh para muballig dari tanah Jawa. Ekspedisi dakwah
ke Kalimantan ini mencapai puncaknya saat kerajaan Demak berdiri. Demak
mengirimkan banyak Muballig ke negeri ini. Para da’i tersebut berusaha mencetak
kader-kader yang akan melanjutkan misi dakwah ini. Maka lahirlah ulama besar,
salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari.
¢
Jalur
ketiga para da’i datang dari Sulawesi (Makasar) terutama da’i yang terkenal
saat itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
¢
Kalimantan
Selatan
Masuknya Islam di
Kalimantan Selatan adalah diawali dengan adanya krisis kepemimpinan
dipenghujung waktu berakhirnya kerajaan Daha Hindu. Saat itu Raden Samudra yang
ditunjuk sebagai putra mahkota oleh kakeknya, Raja Sukarama minta bantuan
kepada kerajaan Demak di Jawa dalam peperangan melawan pamannya sendiri, Raden
Tumenggung Sultan Demak (Sultan Trenggono) menyetujuinya, asal Raden Samudra
kelak bersedia masuk Islam.
Dalam peperangan itu
Raden Samudra mendapat kemenangan. Maka sesuai dengan janjinya ia masuk Islam
beserta kerabat keraton dan penduduk Banjar. Saat itulah tahun (1526 M) berdiri
pertama kali kerajaan Islam Banjar dengan rajanya Raden Samudra dengan gelar
Sultan Suryanullah atau Suriansyah. Raja-raja Banjar berikutnya adalah Sultan
Rahmatullah (putra Sultan Suryanullah), Sultan Hidayatullah (putra Sultan
Rahmatullah dan Marhum Panambahan atau Sultan Musta’in Billah. Wilayah yang
dikuasainya meliputi daerah Sambas, Batang Lawai, Sukadana, Kota Waringin,
Sampit Medawi, dan Sambangan.
¢
Kalimantan Timur
Di Kalimantan Timur
inilah dua orang da’i terkenal datang, yaitu Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang
Parangan, sehingga raja Kutai (raja Mahkota) tunduk kepada Islam diikuti oleh
para pangeran, para menteri, panglima dan hulubalang. Untuk kegiatan dakwah ini
dibangunlah sebuah masjid. Tahun 1575 M, raja Mahkota berusaha menyebarkan
Islam ke daerah-daerah sampai ke pedalaman Kalimantan Timur sampai daerah Muara
Kaman, dilanjutkan oleh Putranya, Aji Di Langgar dan para penggantinya.
Di Maluku
Kepulauan Maluku terkenal di dunia sebagai penghasil rempah-rempah,
sehingga menjadi daya tarik para pedagang asing, tak terkecuali para pedagang
muslim baik dari Sumatra, Jawa, Malaka atau dari manca negara. Hal ini menyebabkan cepatnya
perkembangan dakwah Islam di kepulauan ini.
Islam masuk ke Maluku sekitar pertengahan abad ke 15 atau sekitar
tahun 1440 dibawa oleh para pedagang muslim dari Pasai, Malaka dan Jawa
(terutama para da’i yang dididik oleh para Wali Sanga di Jawa). Tahun 1460 M, Vongi Tidore, raja Ternate
masuk Islam. Namun menurut H.J De Graaft (sejarawan Belanda) bahwa raja Ternate
yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin (1486-1500 M). Setelah itu Islam
berkembang ke kerajaan-kerajaan yang ada di Maluku. Tetapi diantara sekian
banyak kerajaan Islam yang paling menonjol adalah dua kerajaan , yaitu Ternate
dan Tidore.
Hikmah perkembangan
Islam di Indonesia dapat dipahami dari peranan umat Islam di Indonesia pada
masa penjajahan, masa perang kemerdekaan dan masa pembangunan.
¢
Masa Penjajahan
¢
Peranan
umat Islam pada Masa Penjajahan
Sebelum kaum
penjajah, yakni Portugis, Belanda, dan Jepang, masuk ke Indonesia, mayoritas
masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam. Agama Islam agama yang
sempurna, yang ajarannya mencakup berbagai bidang kehidupan manusia, baik dalam
hubungannya dengan Allah (akidah dan ibadah), maupun dalam hubungannya dengan
sesame manusia dan makhluk Allah lainnya (sosial, politik, ekonomi, dan
kebudayaan).
Dengan dianutnya
agama Islam oleh mayoritas masyarakat Indonesia, ajaran Islam telah banyak
mendatangkan perubahan. Allah SWT berfirman, “Dan perangilah di jalan Allah
orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” (Q.S.
Al-Baqarah:190).
Menurut Islam,
berperang dalam rangka mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa,
Negara, dan agama merupakan “Jihad fi sabilillah” yang hukumnya wajib.
Sedangkan umat Islam yang mati dalam jihad itu, dianggap mati syahid, yang
imbalannya adalah surge. Perubahan-perubahan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang ditanaman Islam tersebut mendorong umat Islam di berbagai pelosok
tanah air untuk berjuang mengusir kaum penjajah dengan berbagai cara, antara
lain dengan cara peperangan. Perjaungan terus berlanjut, sampai kaum penjajah
betul angkat kaki dari bumi Indonesia.
¢
Perlawanan
Kerajaan Islam dalam Menentang Penjajahan
a. Perlawanan terhadap Penjajah Portugis
Kaum penjajah yang
mula-mula datang ke Nusantara ialah Portugis dengan semboyan Gold (tambang
emas), Glory (kemulyaan, keagungan), dan Gospel (penyebaran agama Nasrani).
Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan modal restu sakti dari Paus Alexander VI dalam suatu dokumen bersejarah yang terkenal dengan nama “Perjanjian Tordesillas” yang berisi, bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik Spanyol dan sebelah timur termasuk Indonesia menjadi milik Portugis.
Untuk menjalankan misinya itu Portugis berusaha dengan menghalalkan semua cara. Apalagi saat itu mereka masih menyimpan dendamnya terhadap bangsa Timur (Islam) setelah usai Perang Salib . Dengan modal restu sakti dari Paus Alexander VI dalam suatu dokumen bersejarah yang terkenal dengan nama “Perjanjian Tordesillas” yang berisi, bahwa kekuasaan di dunia diserahkan kepada dua rumpun bangsa: Spanyol dan Portugis. Dunia sebelah barat menjadi milik Spanyol dan sebelah timur termasuk Indonesia menjadi milik Portugis.
Karena itu Portugis
sangat bernafsu untuk menguasai negeri Zamrud Katulistiwa yang penuh dengan
rempah-rempah yang menggiurkan. Pertama mereka menyerang Malaka dan
menguasainya (1511 M), kemudian Samudra Pasai tahun 1521 M. Mulailah mereka
mengusik ketenangan berniaga di perairan nusantra yang saat itu banyak para
pedagang muslim dari Arab. Demikian pula para pedagang dari Demak dan Malaka
yang saat itu sudah terjalin sangat erat. Portugis nampaknya sengaja ingin
mematahkan hubungan Demak dan Malaka, dan sekaligus tujuannya ingin merebut
rempah-rempah yang merupakan komoditi penting saat itu. Banyak kapal-kapal
mereka dirampas oleh Portugis termasuk kapal pedagang muslim Arab.
Dengan sikapnya yang tak bersahabat dan arogan dari penjajah Portugis,
seluruh kerajaan yang ada di Nusantara kemudian melakukan perlawanan kepada
Portugis meskipun dalam waktu dan tempat yang berlainan. Kerajaan Aceh misalnya sempat minta bantuan
kerajaan Usmani di Turki dan negara-negara Islam lain di Nusantara, sehingga
dapat membangun kekuatan angkatan perangnya dan dapat menahan serangan
Portugis. Demikian pula, mendengar perlakuan Portugis yang zalim terhadap para
pedagang warga Demak muslim, Sultan Demak dan para wali merasa terpanggil untuk
berjihad. Halus dihadapi dengan halus, keras dilawan dengan keras. Kalau
orang-orang Portugis mengobarkan semangat Perang Salib, maka Sultan Demak dan
para wali mengobarkan semangat jihad Perang Sabil.
Pada tahun 1512 Demak dibawah pimpinan Adipati Yunus memimpin sendiri
armada lautnya menyerang Portugis yang saat itu sudah menguasai Malaka, tapi
kali ini mengalami kegagalan karena persenjataan lawan begitu tangguh
penyerangan kedua kalinya dilakukan tahun 1521 dengan mengerahkan armada yang
berkekuatan 100 buah kapal dan dibantu oleh balatentara Aceh dan Sultan Malaka
yang telah terusir, yang sasarannya sama yaitu mengusir pasukan asing Portugis
dari wilayah Nusantara demi mengamankan jalur niaga dan dakwah yang memanjang
dari Malaka-Demak dan Maluku. Namun
perjuangannya tidak berhasil pula, bahkan ia gugur mati syahid dalam
pertempuran tersebut. Sebab itulah ia mendapat gelar ”Pangeran sabrang lor”
artinya pangeran yang menyebrangi lautan di sebelah utara.
Sepeninggal Adipati
Yunus, perlawanan terhadap Portugis diteruskan oleh Sultan Trenggana
(1521-1546) dan juga oleh putranya Sultan Prawoto. Meskipun pada masa Sultan
Prawoto negara dalam keadaan goncang karena perseteruan dalam negeri tapi
kekuatan perang untuk melawan dan mempertahankan diri dari serangan Portugis
masih terus digalang. Diberitakan, bahwa saat itu Demak masih sanggup membangun
kekuatan militernya terutama angkatan lautnya yang terdiri dari 1000
kapal-kapal layar yang dipersenjatai. Setiap kapal itu mampu memuat 400
prajurit masing-masing mempunyai tugas pengamanan wilayah Nusantara dari
serangan Portugis.
Kalau perlawanan umat
Islam terhadap penjajah Portugis di Malaka mengalami kegagalan, namun terhadap
penjajah Portugis di Sunda Kelapa (Jakarta) dan Maluku memperoleh hasil yang
gemilang. Adalah panglima Fatahillah (menantu Sultan Syarif Hidayatullah) pada
tahun 1526 M. memimpin pasukan Demak menyerang Portugis di Sunda Kelapa lewat
jalur laut. Mereka berhasil mengepung dan merebutnya dari tangan penjajah
Portugis, kemudian diganti namanya menjadi Fathan Mubina diambil dari Quran
Surat al-Fath ayat satu. Fathan Mubina diterjemahkan menjadi Jayakarta
(Jakarta). Peristiwa ini terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M, yang kemudian
ditetapkan sebagai hari lahirnya kota Jakarta.
Di Maluku, Portugis
menghasut dan mengadu domba kerajaan Islam Ternate dan Tidore. Namun kemudian
rakyat Ternate sadar, sehingga mereka dibawah pimpinan Sultan Haerun berbalik
melawan Portugis. Nampaknya yang menjadi persoalan bukan hanya faktor
perdagangan atau ekonomi, tapi juga persoalan penyebaran agama oleh Portugis.
Kristenisasi secara besar-besaran terutama pada tahun 1546 dilakukan oleh
seorang utusan Gereja Katolik Roma Fransiscus Xaverius dengan sangat ekstrimnya
ditengah-tengah penduduk muslim dan di depan mata seorang Sultan Ternate yang
sangat saleh, tentu saja membuat rakyat marah dan bangkit melawan Portugis.
Lebih marah lagi ketika Sultan Haerun dibunuh secara licik oleh Portugis pada
tahun 1570. Rakyat Ternate terus melanjutkan perjuangannya melawan Portugis
dibawah pimpinan Babullah, putra Sultan Haerun selama empat tahun mereka
berperang melawan Portugis, dan Alhamdulillah berhasil mengusir penjajah
Portugis dari Maluku
b. Perlawanan terhadap Penjajah Belanda
Belanda pertama kali
datang ke Indonesia tahun 1596 berlabuh di Banten dibawah pimpinan Cornelis de
Houtman, dilanjutkan oleh Jan Pieterszoon Coen menduduki Jakarta pada tanggal
30 Mei 1619 serta mengganti nama Jakarta menjadi Batavia. Tujuannya sama dengan
penjajah Portugis, yaitu untuk memonopoli perdagangan dan menanamkan kekuasaan
terhadap kerajaan-kerajaan di wilayah Nusantara.
Jika Portugis
menyebarkan agama Katolik maka Belanda menyebarkan agama Protestan. Betapa
berat penderitaan kaum muslimin semasa penjajahan Belanda selama kurang lebih
3,5 abad. Penindasan, adu domba (Devide et Impera), pengerukan kekayaan alam
sebanyak-banyaknya dan membiarkan rakyat Indonesia dalam keadaan miskin dan
terbelakang adalah kondisi yang dialami saat itu. Maka wajarlah jika seluruh
umat Islam Indonesia bangkit dibawah pimpinan para ulama dan santri di berbagai
pelosok tanah air, dengan persenjataan yang sederhana: bambu runjing, tombak
dan golok. Namun mereka bertempur habis-habisan melawan orang-orang kafir
Belanda dengan niat yang sama, yaitu berjihad fi sabi lillah. Hanya satu
pilihan mereka : Hidup mulia atau mati Syahid.
¢
Sejarah
telah mencatat sederetan pahlawan Islam Indonesia dalam melawan Belanda yang
sebagian besar adalah para Ulama atau para kyai antara lain :
¢
Di
Pulau Jawa misalnya Sultan Ageng Tirtayasa, Kiyai Tapa dan Bagus Buang dari
kesultanan Banten, Sultan Agung dari Mataram dan Pangeran Diponegoro dari
Jogjakarta memimpin perang Diponegoro dari tahun 1825-1830 bersama panglima
lainnya seperti Basah Marto Negoro, Kyai Imam Misbah, Kyai Badaruddin, Raden
Mas Juned, dan Raden Mas Rajab. Konon dalam perang Diponegoro ini sekitar 200
ribu rakyat dan prajurit Diponegoro yang syahid, dari pihak musuh tewas sekitar
8000 orang serdadu bangsa Eropa dan 7000 orang serdadu bangsa Pribumi. Dari
Jawa Barat misalnya Apan Ba Sa’amah dan Muhammad Idris (memimpin perlawanan
terhadap Belanda sekitar tahun 1886 di daerah Ciomas)
¢
Di pulau Sumatra tercatat nama-nama : Tuanku
Imam Bonjol dan Tuanku Tambusi (Memimpin perang Padri tahun 1833-1837), Dari
kesultanan Aceh misalnya : Teuku Syeikh Muhammad Saman atau yang dikenal Teuku
Cik Ditiro, Panglima Polim, Panglima Ibrahim, Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak
Dien, Habib Abdul Rahman, Imam Leungbatan, Sultan Alaudin Muhammad Daud Syah,
dan lain-lain.
¢
Di
Kalimantan Selatan, rakyat muslim bergerak melawan penjajah kafir Belanda yang
terkenal dengan perang Banjar, dibawah pimpinan Pangeran Antasari yang didukung
dan dilanjutkan oleh para mujahid lainnya seperti pangeran Hidayat, Sultan
Muhammad Seman (Putra pangeran Antasari), Demang Leman dari Martapura,
Temanggung Surapati dari Muara Teweh, Temanggung Antaludin dari Kandangan,
Temanggung Abdul jalil dari Amuntai, Temanggung Naro dari buruh Bahino,
Panglima Batur dari Muara Bahan, Penghulu Rasyid, Panglima Bukhari, Haji
Bayasin, Temanggung Macan Negara, dan lain-lain. Dalam perang Banjar ini
sekitar 3000 serdadu Belanda tewas.
¢
Di
Maluku Umat Islam bergerak juga dibawah pimpinan Sultan Jamaluddin, Pangeran
Neuku dan Said dari kesultanan Ternate dan Tidore.
¢
Di
Sulawesi Selatan terkenal pahlawan Islam Indonesia seperti Sultan Hasanuddin
dan Lamadu Kelleng yang bergelar Arung Palaka. Sederetan Mujahid-mujahid
lain disetiap pelosok tanah air yang belum diangkat namanya atau dicatat dalam
buku sejarah adalah lebih banyak dari pada yang telah dikenal atau sudah
tercatat dalam buku-buku sejarah. Mereka sengaja tidak mau dikenal, khawatir akan mengurangi keikhlasannya
di hadapan Allah. Sebab mereka telah betul-betul berjihad dengan tulus demi
menegakkan dan membela Islam di tanah air.
¢
Masa Perang Kemerdekaan
a. Peranan Ulama Islam Pada Masa Perang
Kemerdekaan
Para ulama memiliki
peran yang sangat penting dalam mendorong umat Islam untuk berpartisipasi dalam
perjuangan pada masa perang kemerdekaan. Para ulama adalah orang-orang Islam
yang mendalami ilmu agama, sehingga mereka menjadi tempat bertanya umat, dan
sekaligus menjadi panutan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang
artinya, “Ulama itu bagaikan pelita (obor) di muka bumi, sebagai pengganti
para Nabi dan sebagai pewaris para Nabi,” (H.R. Ibnu Adi dari Ali bin Abi
Thalib).
Peranan ulama Islam Indonesia pada masa perang
kemerdekaan ada dua macam:
1. Membina kader umat
Islam, melalui pesantren dan aktif dalam pembinaan masyarakat. Banyak santri
tamatan pesantren kemudian melanjutkan pelajarannya ke Timur-Tengah, dan
sekembalinya dari Timur Tengah, mereka menjadi ulama besar dan pimpinan
perjuangan. Diantaranya adalah: K.H. Ahmad Dahlan, K.H. Abdul Halim, H. Agus
Salim, dan K.H. Abdul Wahab Hasbullah.
2. Turut berjuang
secara spesifik sebagai pemimpin perang.
¢
Para
pahlawan Islam yang telah berjuang melawan imperialis Portugis dan Belanda,
seperti: Fatahillah, Sultan Baabullah, Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, dan
Habib Abdurrahman, adalah juga para ulama yang beriman dan bertakwa, yang
berakhlak baik dan bermanfaat bagi orang banyak sehingga mereka menjadi panutan
umat.
¢
Demikian
juga pada masa penjajahan Jepang, banyak para ulama yang berperang memimpin
bala tentara Islam melawan imperialis Jepang, demi menegakkan dan martabat dan
kemerdekaan bangsa dan Negara Indonesia. Mereka itu antara lain: Mohammad Daud
Beureuh (pemimpin Persatuan Ulama Seluruh Aceh) dan K.H. Zaenal Mustafa
(pemimpin pesantren Sukamanah di Singaparna, Jawa Barat)
¢
Peranan
Organisasi dan Pondok Pesantren Pada Masa Perang Kemerdekaan
Dalam perjuangan
membela bangsa, Negara dan menegakkan Islam di Indonesia, Umat Islam mendirikan
berbagai organisasi dan partai politik dengan corak dan warna yang
berbeda-beda. Ada yang bergerak dalam bidang politik, sosial budaya,
pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Namun semuanya mempunyai tujuan yang sama,
yaitu memajukan bangsa Indonesia khususnya umat Islam dan melepaskan diri dari
belenggu penjajahan. Tercatat dalam sejarah, bahwa dari lembaga-lembaga tersebut
telah lahir para tokoh dan pejuang yang sangat berperan baik di masa perjuangan
mengusir penjajah, maupun pada masa pembangunan. Organisasi-organisasi tersebut
antara lain:
¢ Sarekat
Islam (SI)
Sarekat Islam (SI)
pada awalnya adalah perkumpulan bagi para pedagang muslim yang didirikan pada
akhir tahun 1911 di Solo oleh H. Samanhudi. Nama semula adalah Sarekat Dagang
Islam (SDI). Kemudian tanggal 10 Nopember 1912 berubah nama menjadi Sarekat
Islam (SI). H.Umar Said Cokroaminoto diangkat sebagai ketua, sedangkan
H.Samanhudi sebagai ketua kehormatan. Latar belakang didirikannya organisasi
ini pada awalnya untuk menghimpun dan memajukan para pedagang Islam dalam
rangka bersaing dengan para pedagang asing, dan juga membentengi kaum muslimin
dari gerakan penyebaran agama Kristen yang semakin merajalela.
Dengan nama Sarekat
Islam dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto organisasi ini semakin berkembang
karena mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat. Daya tarik utamanya
adalah asas keislamannya. Dengan SI mereka (umat Islam) yakin akan dibela
kepentingannya.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama Islam.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua golongan dan suku bangsa yang beragama Islam.
Berbeda dengan Budi
Utomo yang membatasi keanggotaannya pada suku bangsa tertentu (Jawa). Sehingga
banyak sejarawan mengatakan bahwa tanggal berdirinya SI ini lebih tepat disebut
sebagai Hari Kebangkitan Nasional, dan bukan tahun 1908 dengan patokan
berdirinya Budi Utomo. Karena ruang lingkup Budi Utomo hanyalah pulau Jawa,
bahkan hanya etnis Jawa Priyayi. Sedangkan SI mempunyai cabang-cabang di
seluruh Indonesia. Jadi layak disebut “Nasional”.
¢
Muhammadiyah
Muhammadiyah secara
etimologi artinya pengikut Nabi Muhammad. Adalah sebuah organisasi non-politis
yang bertujuan mengembalikan ajaran Islam sesuai dengan al-Quran dan Sunnah
Nabi Muhammad saw; memberantas kebiasaan yang tidak sesuai dengan ajaran agama
(bid’ah) dan memajukan ilmu agama Islam di kalangan anggotanya. Organisasi ini
didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada 18 Nopember 1912.
Dalam Anggaran Dasar
Muhammadiyah yang baru, telah disesuaikan dengan UU no.8 tahun 1985 dan hasil
Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta pada tanggal 7-11 Desember 1985, Bab 1
pasal 1 disebutkan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar
ma’ruf nahi munkar yang berakidah Islam dan bersumber pada al-Quran dan Sunnah.
Sifat gerakannya adalah non-politik, tapi tidak melarang anggotanya memasuki
partai politik. Hal ini dicontohkan oleh pendirinya sendiri, KH Ahmad Dahlan,
dimana beliau juga adalah termasuk anggota Sarekat Islam.
Banyak anggota
Muhammadiyah yang berjuang baik pada masa penjajahan Belanda, Jepang, masa
mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, Orde Baru dan Masa Reformasi.
Mereka tersebar di berbagai organisasi pergerakan, organisasi partai politik dan
lembaga-lembaga negara. Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang kita kenal seperti KH.
Mas Mansur, Prof. Kahar Muzakir, Dr. Sukirman Wirjosanjoyo adalah para pejuang
yang tidak asing lagi. Demikian pula seperti Buya Hamka, KH AR. Fakhruddin, Dr.
Amin Rais, Dr. Syafi’i Ma’arif dan Dr. Din Syamsudin adalah tokoh–tokoh
Muhammadiyah yang sangat berperan dalam pentas nasional Indonesia.
¢
Nahdlatul Ulama (NU) artinya kebangkitan para ulama.
Adalah sebuah
Organisasi sosial keagamaan yang dipelopori oleh para ulama atau kiyai. Mereka
itu ialah K.H.Hasyim Asy’ari, K.H.Wahab Hasbullah, K.H.Bisri Syamsuri, K.H.Mas
Alwi , dan K.H.Ridwan. Lahir di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 dan kini
menjadi salah satu organisai dan gerakan Islam terbesar di tanah air. Bertujuan
mengupayakan berlakunya ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah Waljama’ah dan
penganut salah satu dari empat mazhab fiqih (Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam
Hambali dan Imam Maliki).
Pada mulanya NU ini
tidak mencampuri urusan politik. Ia lebih memfokuskan diri pada pengembangan
dan pemantapan paham keagamaannya dalam masyarakat yang saat itu sedang
gencar-gencarnya penyebaran faham Wahabiyah yang dianggap membahayakan paham
ahli Sunnah Waljama’ah. Hal ini tersirat dalam salah satu hasil keputusan
kongresnya di Surabaya pada bulan Oktober 1928.
NU semakin berkembang
dengan cepat. Pada tahun 1935 telah memiliki 68 cabang dengan anggota 6700
orang. Pada kongres tahun 1940 di Surabaya dinyatakan berdirinya organisasi
wanita NU atau Muslimat dan Pemuda Anshar.
Pada perkembangan
selanjutnya, NU mengubah haluannya. Selain sebagai organisasi yang bergerak
dalam bidang sosial keagamaan, juga mulai ikut dalam kehidupan politik. Tahun
1937 bergabung dengan Majlis Islam A’la Indonesia (MIAI). Hal ini terus
berlangsung sampai dibubarkannya pada masa penjajahan Jepang tahun 1943, yang
kemudian diganti Masyumi. Dalam Masyumi, NU adalah bagian yang sangat penting
sampai tahun 1952. Dalam Muktamarnya yang ke 19 tanggal 1 Mei 1952 menyatakan
diri keluar dari Masyumi dan menjadi partai politik tersendiri. Kemudian NU
bersama dengan PSII dan Perti membentuk Liga Muslim Indonesia sebagai wadah
kerja sama partai politik dan organisasi Islam. Dalam Pemilu tahun 1955 NU
muncul sebagai partai politik terbesar ke tiga. Pada masa orde baru NU bersama
partai politik lainnya (PSII, Parmusi, Perti) berfungsi dalam Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Kemudian sejak tahun 1984 NU menyatakan diri kembali ke
khittah 1926, artinya melepaskan diri dari kegiatan politik, meskipun secara
pribadi-pribadi anggotanya tetap ikut berkiprah dalam berbagai partai politik.
Pada masa reformasi
(1999) para tokoh NU yang dimotori oleh KH. Abdurrahman Wahid mendirikan partai
politik, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kemudian termasuk 5 besar
pemenang Pemilu pada tahun tersebut. Melalui poros tengah, Abdurrahman Wahid
(Gus Dur) sebagai pemimpin NU saat itu berhasil menjadi orang nomor satu di RI,
meskipun hanya berumur satu tahun.
Peranan NU sebagai
organisasi dalam perjuangan mengusir penjajah dan mempertahankan kemerdekaan
tidak diragukan lagi. Bahkan para kyai dan santri memikul senjata (bambu
runcing atau golok) untuk berjihad fi sabilillah. Tercatat dalam sejarah
tanggal 23 Oktober 1945 NU mengeluarkan Resolusi Jihad untuk melawan tentara
penjajah.
¢
Pondok
Pesantren
Pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, yang penyelenggaraan
paendidikannya bersifat tradisional dan sederhana. Sumber pelajarannya,
biasanya kitab-kitab berbahasa Arab yang tidak berharakat atau gundul, yang
biasa disebut dengan kitab kuning.
Para pendidik dan
pengajarnya biasa disebut kiai, sedangkan murid-muridnya disebut para santri.
Mereka bertempat tinggal di lokasi yang sama yaitu pondok pesantren. Para
santri yang belajar di pesantren dating dari berbagai pelosok tanah air.
Setelah selesai, mereka kembali ke daerahnya masing-masing. Kebanyakan mereka
mendirikan pesantren di daerahnya atau mengajarkan tentang Islam kepada
masyarakat di daerah sekitarnya. Pesantren merupakan tempat mencetak generasi
muda Islam agar kelak menjadi kader dan pemimpin masyarakat.
Sebagai kader umat
dan pemimpin masyarakat, Islam mengajarkan agar mereka bersatu untuk berjuang
meraih kemerdekaan yang telah dirampas oleh penjajah. Itulah sebabnya kemudian
para kiai dan para santri mendirikan organisasi bersenjata untuk melawan
penjajah, seperti Hizbullah, dan Gerakan Kepanduan Islam. Tidak sedikit para
kiai dan para santri yang mengangkat senjata dan berperang melawan penjajah.
Diantaranya yaitu, Imam Bonjol di Sumatra dan H. Zaenal Mustafa di Jawa Barat.
Masa Pembangunan
a. Peranan Umat Islam pada Masa Pembangunan
Dalam usaha
mempertahankan kemerdekaan Indonesia, umat Islam yang merupakan mayoritas
penduduk, tampil di barisan terdepan dalam perjuangan, baik fisik maupun
diplomasi. Tidak lama setelah Indonesia merdeka , bangsa Indonesia dihadapkan
pada peperangan melawan Negara penjajah yang ingin kembali menancapkan
kekuasaannya. Bangsa Indonesia harus menghadapi Jepang (September 1945), Negara
Sekutu (November 1946-Maret 1946), dan Belanda (Agresi Belanda I pada 21 Juli
1947 dan Aggresi Belanda II pada 19 Desember 1948)
Selain itu,
kemerdekaan Indonesia dipertahankan melalui usaha-usaha diplomatic, yaitu
perundingan antara Indonesia dan Belanda, misalnya: Perundingan Linggarjati
(November 1946), perjanjian Renville (Desember 1947), perjanjia Roem-Royen
(April 1949), dan Konferensi Meja Bundar
di Den Haag (2 November 1949). Berkat perjuangan segenap bangsa Indonesia yang
tidak mengenal lelah, baik melalui perjuangan fisik maupun diplomatic, akhirnya
Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 M.
b. Peranan Organisasi Islam dalam Masa
Pembangunan
Organisasi Islam yang
ada pada masa pembangunan cukup banyak, antara lain: Muhammadiyah; Nahdlatul
Ulum; Himpunan Mahasiswa Islam; Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dan
Majelis Ulama Indonesia.
Nahdlatul Ulama, yang
pernah berkiprah di bidang politik, dalam perkembangan selanjutnya melalui
Munas NU pada tanggal 18-21 Desember 1984 di Situbond, dengan tegas menyatakan
bahwa NU meninggalkan aktivitas politik dan kembali ke tujuan dasar pada waktu
didirikannya. Jadi, dewasa ini NU merupakan organisasi Islam yang bergerak di
bidang, agama, sosial, dan kemasyarakatan. Usaha-usaha NU antara lain:
Mendirikan madrasah-madrasah,
seperti Madrasah Ibtidai, Tsanawiyah, Aliyah, dan Perguruan Tinggi,
Mendirikan, mengelola, dan
mengembangkan pesantren-pesantren.
Membantu dan mengurusi anak-anak
yatim dan fakir miskin
Majelis Ulama Indonesia adalah
organisasi keulamaan yang bersifat independen, tidak berafiliasi pada salah
satu aliran politik, mazha atau aliran keagamaan Islam yang ada di Indonesia.
Adapun peranan Majelis Ulama Indonesia pada masa pembangunan adalah:
Memberikan fatwa dan
nasihat keagamaan dalam masalah sosial dan kemasyarakatan kepada pemerintah dan
umat Islam Indonesia pada umumnya, sebagai amar ma’ruf nahi mungkar dalam usaha
meningkatkan ketahanan nasioanal
Memperkuat Ukhuwah
Islamiah dan melaksanakan kerukunan antarumat beragama dalam mewujudkan
persatuan dan kesatuan nasional.
MUI adalah penghubung
antara ulama dan umara serta menjadi penerjemah timbal-balik antara pemerintah
dan umat Islam Indonesia guna menyukseskan pembangunan nasional.
c. Peranan Lembaga Pendidika Islam dalam
Pembangunan
Yang dimaksud dengan
lembaga pendidikan Islam adalah badan yang berhubungan dengan pendidikan Islam
untuk memenuhi kebutuhan umatnya di bidang pendidikan. Lembaga-lembaga
pendidikan Islam di Indonesia ada yang didirikan dan dikelola langsung oleh
pemerintah (Departemen Agama), seperti: Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN),
Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), Madrasah Aliyah Negeri (MAN), dan Institut
Agama Islam Negeri (IAIN). IAIN sekarang berubah menjadi UIN (Universitas Islam
Negeri) yang tidak hanya mendalami ilmu tentang keislaman, seperti Fakultas
Syariah dan Usluhuddin, tetapi juga mendalami ilmu pengetahuan umum, seperti
Fakultas Ekonomi dan Fakultas Kedokteran.
Selain itu, ada pula
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang didirikan dan dikelola oleh swasta, tapi
di bawah pengawasan dan pembinaan Departemen Agama. Adapun peranan kelembafaan
Islam pada masa pembangunan antara lain:
Melakukan usaha-usaha agar
masyarakat Indonesia bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa
Menumbuhkan kesadaran berbangsa dan
bernegara
Memupuk persatuan dan kesatuan umat
Mencerdaskan bangsa Indonesia
Mengadakan pembinaan mental
spiritual
1 comments:
eaakk
ReplyPost a Comment